Berita dan kabar bohong atau yang dikenal dengan istilah hoax telah menjadi bagian dari kehidupan manusia hingga saat ini. Penyebaran hoax sangatlah mudah dan cepat, apalagi didukung oleh keberadaan media sosial yang kita kenal saat ini, seperti Facebook, Twitter, dan lain sebagainya. Tak hanya itu, aplikasi perpesanan di smartphone seperti BBM, LINE, Telegram, WhatsApp, dan lain-lain, juga membantu penyebaran hoax hanya dengan menggunakan beberapa sentuhan jari penggunanya melalui fitur share atau berbagi. Hal itu disebabkan oleh rasa percaya yang dirasakan oleh pembaca, seolah berita atau kabar yang didapat benar adanya. Berita tersebut dirasa begitu meyakinkan sehingga pembaca langsung membagikannya kepada orang lain melalui fitur share tanpa melakukan cross-check terlebih dahulu.
Dengan latar belakang tersebut, Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Purwokerto yang bekerjasama dengan Pondok Pesantren Mahasiswa An Najah Kutasari Baturraden mengadakan kegiatan "Pelatihan Keterampilan Tim Anti Penyebaran Hoax" yang telah dilaksanakan pada Sabtu - Minggu, 19 - 20 Agustus 2017 di Ponpes Mahasiswa An Najah Kutasari Baturraden. Kegiatan tersebut dihadiri oleh kurang lebih 100 orang yang terdiri dari pemuda Katolik, santri setempat, perwakilan Gusdurian Banyumas, GP Ansor Purwokerto, dan lain-lain. Para pemuda Katolik yang hadir berasal dari beberapa paroki di wilayah Keuskupan Purwokerto seperti Purworejo, Kutoarjo, Kebumen, Gombong, Purbalingga, Banjarnegara, Cilacap, Purwokerto, Banyumas, Brebes, Tegal, Batang, dan Pekalongan. Penulis juga berkesempatan mengikuti kegiatan pelatihan tersebut bersama Aloysius Tri Wahyudha sebagai perwakilan Tim Kerja Komsos Paroki Santa Perawan Maria Purworejo.
Kegiatan pelatihan dibuka dengan mengumandangkan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, dilanjutkan dengan sambutan oleh pengasuh Ponpes Mahasiswa An Najah, M. Roqib. "Kalau dalam hadis yang menjadi standar keimanan, berilah informasi yang benar. Kalau tidak bisa, maka lebih baik diam," ujarnya. Sambutan kedua diberikan oleh Ketua Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Purwokerto, Romo Cassianus Teguh Budiarto. "Pada sisi lain, hoax terkadang memanfaatkan kerawanan relasi hubungan antaragama yang bisa memicu konflik SARA," kata Romo Teguh. Kemudian kegiatan pelatihan diisi oleh Alois Wisnuhardana sebagai pembicara selaku Ketua Tim Social Media Management Center Kantor Staf Presiden RI. Materi yang disampaikan terkait dengan jenis, ciri-ciri, dampak, dan bahaya dari penyebaran hoax melalui media sosial beserta contoh-contohnya. "Ciri hoax yang dilansir Google Lab News pada Hari Pers
Internasional 2017 beberapa di antaranya dalam bentuk parodi, satire,
dan kamuflase," jelasnya. Wisnu menambahkan, sekitar 89% informasi di media sosial adalah hal-hal yang tidak berguna.
Suasana saat Alois Wisnuhardana memberikan materi (Gambar : Liputan6.com/Muhamad Ridlo) |
Pada Minggu (20/8), selain melanjutkan penyampaian materi, Wisnu juga mengajak para peserta untuk membentuk tim anti penyebaran hoax sebagai tindak lanjut dari kegiatan pelatihan tersebut. Peserta diajak untuk melakukan sosialisasi ke berbagai tempat, seperti sekolah, pondok pesantren, komunitas, paroki, dan lain-lain sesuai perwakilan mereka masing-masing. Dari situ, diharapkan para pengguna media sosial dapat lebih paham dan bijak dalam menggunakan media sosial. Caranya sederhana, yaitu dengan menganalisa atau melakukan cross-check terhadap berita atau kabar yang beredar, apakah berita tersebut benar atau hanya hoax sebelum membagikannya kepada orang lain. Dengan demikian, dampak dari penyebaran hoax dapat dihindari.
Peserta Pelatihan Keterampilan Tim Anti Penyebaran Hoax (Gambar : Grup WhatsApp "Tindak Lanjut Anti Hoaks") |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar